NLP & Akidah
Suatu hari, seorang teman bertanya pada saya :
Apa hubungan antara NLP dan Pembentukan Akidah ?
NLP sebagai sebuah ilmu yang memberikan cara pandang tentang kehidupan, tak jarang dibanding-bandingkan dengan pembahasan religi. Beberapa pertanyaan serupa seperti, “Mengapa kita belajar NLP ? bukankah tuntunan hidup sudah lengkap di dalam Al-Qur’an ?” juga pernah saya terima. Namun semua pertanyaan ini bukan dalam rangka mencari perselisihannya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut keluar atas dasar penasaran dan rasa ingin tahu, dengan harapan semoga dapat menambah wawasan dan ilmu bagi yang bertanya.
Kembali ke hubungan NLP dengan Akidah. Perlu saya jelaskan di sini bahwa NLP sesungguhnya adalah ilmu tentang struktur. Ibarat rumah, NLP adalah tembok, rangka, pondasi, atap dan struktur-struktur lain yang membentuk rumah. Struktur apa yang dibahas oleh NLP? tentunya struktur tentang manusia. Sebuah struktur dapat diisi oleh konten tertentu. Misal, tembok yang ada, dapat dicat gambar apapun. Maka, NLP sebagai sebuah struktur, dapat diisi konten apa saja, termasuk konten berupa unsur religi.
Saya akan memberi contoh. Misalnya Anda mengenal seseorang yang sangat sholeh dengan Akidah lurus dan kuat. Anda ingin belajar bagaimana orang itu dapat memiliki perilaku tersebut. Maka ‘Sholeh’ serta ‘Akidah lurus dan kuat’ adalah konten. NLP dapat membantu mencari struktur dari dua konten tersebut, merapikan pola dari struktur tersebut, sehingga dapat dimodel dan dipelajari yang pada akhirnya ditiru orang lain agar bisa mencapai “Sholeh” dan “Akidah lurus dan kuat” pula. Di sinilah struktur NLP bekerja.
Jadi, bagaimana hubungan NLP dengan Akidah ? saya rasa hubungannya baik-baik saja, selama memang dimanfaatkan dengan baik. Yang jelas, NLP itu seperti pisau bermata dua. Saat struktur tertentu diisi konten kebaikan, maka akan terjadi kebaikan. Jika sebuah struktur diisi konten keburukan, maka bisa terjadi keburukan. Strukturnya sendiri bersifat netral, dan seperti apa ia bekerja bergantung pada konten apa yang diisi.
Sama halnya dengan belajar ilmu agama, jika digunakan sesuai pemahaman dengan benar maka akan menjadikan orang baik, tapi jika digunakan sesuai kepentingan jadilah agama sebagai alat mewujudkan kepentingan meraih uang, jabatan, kedudukan bahkan kejahatan berkedok agama. So..kembali lagi pada manusianya.
Belajar ilmu NLP atau ilmu apapun (kecuali yang sudah jelas-jelas bertentangan dengan akidah seperti ilmu perdukunan) jangan dipertentangkan dengan Al-Qur’an, karena hakikat semua ilmu itu milik Allah. Jikalau ada beberapa yang berpendapat bahwa NLP itu ajaran kapitalis barat yang ditemukan oleh orang-orang non muslim, tidak semerta-merta bahwa ilmu tersebut selalu tidak selaras atau bertentangan dengan Al-Qur’an. Bukankah banyak hal-hal yang kita pelajari waktu sekolah sampai kuliah juga berasal dari teori-teori barat…ilmu pengetahuan alam, hukum-hukum fisika, kimia, dan penemuan-penemuan ilmu dan teknologi yang diakui atau tidak itu produk ilmuwan barat. Kita pakai hp, internet, bbm, fb, google, dll juga produk barat, tapi ilmu dan teknologinya kita gunakan. Kita sedang belajar ilmu dan teknologinya, bukan sedang mengikuti akidah mereka. Kita pakai sepeda motor honda buatan jepang karena teknologinya ditemukan jepang, kita pelajari ilmunya, kita pakai produknya namun tidak selalu kita ikuti akidah orang-orang jepang.
Jadi belajar NLP sama halnya dengan belajar teknik memasak pizza..yang resepnya diambil dari orang-orang barat..jikalau di barat resep itu menggunakan daging babi, tidak selalu kita memasak disini menggunakan babi, tentunya tetap disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariat dan akidah, daging babi diganti sapi. Itulah prinsip. Kita sedang belajar teknik-teknik mengelola pikiran, emosi dan memodel kesuksesan sesuai yang ingin kita capai. Isinya tergantung masing-masing orang, akan digunakan apa teknik-teknik yang sudah dipelajarinya dalam kehidupan. Jadi, selalu open mind dalam belajar. Kita akan berkembang pesat.
Beberapa hari yang lalu saya menterapi seorang anak SMP yang phobia kegelapan, setiap melihat tempat gelap ia merasa melihat hantu. Hal ini sangat mengganggu kehidupannya, juga meresahkan orang tuanya. Saya pakai teknik NLP untuk terapi, isinya dalam terapi saya pakai ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits karena klien seorang muslim. Alhasil dalam 1 jam terapi bisa mengubah persepsi dan belief systemnya. Alhamdulillah…bermanfaat bukan ? Waktu saya belajar NLP dulu saya tidak pernah diajarkan dalam terapi pakai Ayat Al-Qur’an dan Hadits. Ketika terapi kasus-kasus psikosomatis, ketika saya sentuh sisi kehidupannya dengan Al-Qur’an dan Hadits, hasilnya jauh lebih cepat. So powerfull…Bukan saya yang hebat..bukan NLP nya yang dahsyat..ilmu Allah yang dahsyat…Allah yang Maha Menyembuhkan. Tetap itu sandarannya.
Salam sukses.
apa hubungan antara MLP dengan akidah?
Masya Allah Sepakat Pak Joko…