Antara Passion, Hobi, Keahlian, dan Kewajiban
Sudah kesekian kali saya punya klien yang berhubungan dengan konflik anak dan orang tua. Persoalannya sederhana tapi terasa berat bagi mereka. Si anak pengennya “BEGINI” sementara keinginan orang tua harusnya si anak “BEGITU”. Ujung-ujungnya konflik. Si anak dianggap tidak berbakti pada orang tua, si orang tua dianggap memaksakan kehendak pada anak. Lalu bagaimana seharusnya mendudukkan persoalan ini?.
Ini sebenarnya butuh pemahaman atas apa yang diinginkan oleh masing-masing pihak. Coba dilogika secara sederhana saja. “Apa mungkin orang tua menginginkan anak menderita?”. Tentu tidak. Setiap orang tua yang normal pasti menginginkan kebahagiaan bagi anaknya.
Sebaliknya, “apa mungkin anak menginginkan penderitaan bagi orang tuanya?”. Tentu tidak. Salah satu hal yang menjadi tujuan anak adalah membahagiakan kedua orang tuanya.
Lalu dimana letak persoalannya jika sebenarnya kedua pihak memiliki tujuan yang sama, ingin saling membahagiakan.
Letak perbedaannya adalah di “CARA” nya. Orang tua memiliki persepsi bahwa kebahagiaan bagi anak harusnya dengan cara “ini”, sedang anak memiliki pendapat lain menganggap bahwa kebahagiaannya dapat tercapai jika ia mengambil jalan “itu”.
Nah…disini sudah mulai jelas persoalannya. Jadi tinggal dikaji lebih dalam terkait cara masing-masing yang dianggap lebih baik oleh masing-masing pihak.
Yang perlu digaris bawahi, sejatinya masing-masing pihak tidak mengetahui secara pasti cara atau jalan mana yang benar-benar lebih baik untuk masa depan si anak. Semua masih sebatas persepsi.
Untuk memahami semua ini butuh pemahaman masing-masing pihak dari beberapa hal berikut ini.
1. Bedakan antara Hobi dan Passion
Dalam aktivitas dunia kerja dimanapun saya banyak menemui kasus karyawan mengalami kesulitan beradaptasi dalam pekerjaan ketika menjalani kegitan rutin yang bukan merupakan passionnya.
Bekerja atau berwirausaha sebaiknya memang dilakukan dengan passion. Passion adalah hasrat. Orang yang bekerja atau berwirausaha sesuai passionnya akan merasa lebih bahagia di dalam menjalankan “PROSES” nya. Ingat dan tolong dicatat sekali lagi “BAHAGIA DALAM MENJALANKAN PROSES” nya.
Kenapa ini menjadi penekanan saya? Karena tidak semua pekerjaan atau aktivitas yang dilakukan sesuai dengan passion benar-benar “MENGHASILKAN” pendapatan yang cukup untuk memenuhi kewajiban kita mencari nafkah. Hasilnya tidak cukup untuk biaya hidup meskipun di dalam setiap prosesnya kita menikmatinya dengan bahagia.
Nah, bagi yang demikian sebaiknya jangan terlalu idealis dengan PASSION nya. Hidup ini bukan tentang kesenangan. Penuhi kewajiban terlebih dahulu. Ketika itu telah terpenuhi, kejarlah passion seiring kita menunaikan kewajiban utama mencari nafkah. Belajarlah mencintai pekerjaan yang menjadi jalan rezeki kita dari Allah. Belajarlah menikmati setiap prosesnya meski kita kadang merasa tidak suka.
Namun jika memang passion kita bisa menghasilkan sesuai dengan kebutuhan nafkah kita, maka tekunilah dengan sungguh-sungguh dengan professional karena Anda telah menemukan hidup yang sesungguhnya. Ibarat bermain tapi dapat duit dan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ingat, bukan sekedar dapat duit, tapi DAPAT DUIT DAN CUKUP UNTUK BIAYA HIDUP. Pola pikir kita harus seimbang dan realistis.
Lalu bagaimana kita bisa menemukan passion kita? Cara termudah untuk mengetahui passion adalah mengerjakan sesuatu sesuai hobi.
Meski begitu harus hati-hati tidak semua hobi adalah passion. Jika hobi akan menghabiskan uang, maka passion akan menghasilkan uang.
Hobi adalah aktivitas yang mengurangi stres. Seperti bermain basket atau melukis. Bermain basket atau melukis akan menjadi passion, ketika bermain basket atau melukis itu dilakukan setiap saat, totalitas hingga profesional, menghasilkan maha karya dan akhirnya menghasilkan uang dan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.
”Hobi itu untuk diri sendiri, sedangkan passion berupaya memberikan manfaat ke banyak orang,” katanya.
Bekerja dengan berdasarkan passion, memang akan terasa lebih menyenangkan.
Nah, terkait dengan persoalan yang sebelumnya, sebagai anak coba dipikir dengan lebih dewasa dan realistis, cara bahagia yang dia kehendaki itu akan mengarah kemana? Sekedar hobi? Atau passion yang dapat menghasilkan uang? Atau passion yang menghasilkan uang dan cukup untuk biaya hidup dia dan keluarganya kelak? Renungkan.
Begitu pula dengan orang tua. Pikirkanlah, cara yang Anda tawarkan pada si anak sebenarnya hanyalah sebuah “pekerjaan” yang Anda anggap menghasilkan uang banyak? Atau passion Anda sebagai orang tua yang ingin Anda paksakan pada anak? Atau sebenarnya ingin benar-benar mengarahkan masa depan anak sesuai passion nya?. Renungkan.
2. Kewajiban Utamakan, Jadilah Ahli, Baru Kejar Passion
Yang harus dipahami, bahwa yang ahli dalam suatu bidang tertentu belum tentu bidang itu menjadi passionnya.
”Ahli akuntansi, belum tentu itu passionnya. Bisa saja dia justru sangat menyukai fotografi,”
Saya banyak bertemu dengan berbagai macam orang dari berbagai profesi yang menurut ukuran saya mereka saya kategorikan “SUKSES” di bidangnya. Mereka menjadi ahli dan pakar di bidangnya dan dari situlah mereka meraih kedudukan “sukses” itu dan berhasil memenuhi kewajibannya menafkahi keluarga.
Dibalik itu ternyata banyak yang mengakui bahwa profesi yang dia jalani ini ternyata bukan passion nya. Disaat mereka telah memenuhi kewajibannya inilah justru mereka mengejar passion nya dan akhirnya menghasilkan uang tambahan darinya. Bahkan ada yang setelahnya justru meninggalkan pekerjaan utama sebelumnya dan akhirnya menjadikan passion yang ia jalani menjadi profesi baru. Karena seiring waktu hasilnya menyamai bahkan melebihi penghasilan di profesi sebelumnya yang bukan passion nya.
Jadi urutannya adalah penuhi dulu KEWAJIBAN dalam nafkah dan untuk sukses disini butuh keahlian. Setelah itu boleh berpikir tentang PASSION.
Pak, bagaimana kalau mulai sekarang saja dirancang agar dalam memenuhi kewajiban mencari nafkah ini bisa sesuai passion saya?
Saya jawab, Yes….justru itulah pemahaman ini harus diketahui kedua belah pihak antara orang tua dan anak. Mumpung masih belum terlanjur orang tua bisa mengarahkan, bukan menyetir dan anak bukan hanya menuruti hobi, tapi juga berpikir tentang kewajiban.
Dan bagi yang sudah bertahun-tahun bekerja di profesi Anda saat ini dan mengalami stress karena Anda merasa bukan passion Anda, mengeluh bukanlah cara yang bijak dan dewasa. Tapi ambillah langkah kongkrit. Anda saat ini tengah berada pada titik memenuhi KEWAJIBAN dan mungkin telah menjadi ahli. Jika Anda ingin mengejar passion Anda tidak ada salahnya, tapi tetap harus realistis. Disaat awal Anda mengejar passion Anda itu masih berupa impian yang baru akan menjadi nyata dengan keyakinan Anda, sementara kita hidup di alam nyata. So tetap syukuri apa yang didapat hari ini karena itu yang terbaik dari Allah, dengan demikian akan memudahkan jalan kita menemukan passion kita dan menjadi profesi utama dalam memenuhi kewajiban mencari nafkah.
Salam Sukses – Bahagia – Aamiin